BlitarDaerahHeadline

Akhirnya Dinkes Kabupaten Blitar Mengundang IRT Yang Produksi Kayu Gaharu Terkait Perizinan

Pewarta : Novian

Blitar,mitratoday.com-Keluhan dari Ibu Rumah Tangga yang memproduksi kayu Gaharu menjadi produk produk bermutu, terkait sulitnya Perizinan Industri Produksi Rumah Tangga yang pernah di tayangkan media ini dan beberapa media beberapa waktu lalu, akhirnya disikapi oleh pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar.

Dewi Fortuna dalam hal ini mendapat undangan dari pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar untuk bertemu dalam rangka konsolidasi dan koordinasi bersama Dinkes Kabupaten Blitar melalui Kabid Sumberdaya Kesehatan, Handono pada Jumat (5/11/21).

Kepala Bidang SDK, Handono mengatakan usai pertemuan dengan Dewi Fortuna, bahwa permasalahan pemberitaan di media terkait dugaan sulitnya izin keluar untuk IRT yang bernama Dewi Fortuna dalam memproduksi kayu gaharu menjadi produk produk bermutu, barangkali hanya mis komunikasi semata. Karena terkait perizinan yang dimaksud itu ada beberapa hal, ada izin yang memang berwenang itu Dinkes dan ada izin yang diluar Dinkes seperti LOKA POM, dan BPOM.

“Tentunya siapapun masyarakat yang mengajukan izin tersebut tetap dan pasti selalu kita bantu. Akan tetapi barangkali bila diluar wewenang Dinkes pun akan juga selalu kita pantau dan kita dampingi, soalnya terkait dengan perizinan itu, kita sebagai pelayan masyarakat harus selalu membantu masyarakat,” kata Handono selaku Kabid SDK Dinkes Kabupaten Blitar.

Lebih Lanjut Handono menjelaskan bahwa perihal itu memang harus di telaah terlebih dahulu terkait perizinan tersebut wilayah Dinkes atau BPOM.

“Kebetulan produk-produknya milik Ibu Dewi Fortuna itu wilayah BPOM, memang ada beberapa persyaratan yang harus dikeluarkan oleh Dinkes Kabupaten Blitar terkait hal itu. Tapi nantinya yang mengeluarkan izin itu adalah BPOM. Makanya kita berkoordinasi, sama-sama kita kawal ke sana agar nanti tidak ada kesalahpahaman. Kadang-kadang muncul statemen, ini Lo Dinkes izin aja kok sulit ya, padahal itu bukan wewenang kami. Soalnya untuk perizinan kita sudah mulai memakai sistem online semua,” terang Handono.

Menanggapi pertanyaan awak media mengapa pengajuan perizinan Dewi Fortuna ini lama sekali hampir satu tahun belum kelar, Handono berdalih bahwa kalau selama itu kayaknya tidak.

“Begitu mendengar terkait keluhan hal itu langsung ke Surabaya dan segera mengundang pihak bu Dewi untuk duduk bersama berkoordinasi untuk meluruskan hal itu dan biar tidak ada dusta diantara kita. Ada beberapa hal yang harus dipahami, yang pertama ini adalah wewenangnya LOKA POM, yang kedua untuk produk itu harus ada penanggung jawabnya, untuk satu lokasi produk 1 penanggung jawab, namun kalau beda tempat ya harus ada penanggung jawabnya lagi. Makanya terkait hal tersebut kita jelaskan, karena kalau itu hanya melalui telepon belum tentu jelas, beda dengan ketemu langsung seperti ini. Hal ini juga bisa instrospeksi buat kami, dan kami juga akan terus berupaya untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat terkait perizinan, karena saat ini pemerintah sedang gencar-gencarnya mendukung program UMKM. Namun masyarakat harus memahami mana wewenang Dinkes dan yang bukan wewenangnya Dinkes. Akan tetapi dalam proses perizinan dari Dinkes itu kurang lebih seminggu sampai sepuluh hari, namun materi berkas juga harus yang sudah valid dan siap diproses,” paparnya.

Sementara itu ditemui terpisah, Dewi Fortuna mengatakan pada kesempatan pertemuan itu, ia sampaikan keluhannya mulai dari awal terkait pengurusan dan memang hampir setahun pihaknya mengalami kesulitan terkait perizinan yang dihadapi,

“Kami juga mengajak serta rekanan tergabung di manajemen kita serta Mujianto sebagai pendamping UMKM wilayah Kanigoro. Dalam pertemuan kami masih dapatkan sebatas mendapatkan pengawalan dan menemani kita ke LOKA Kediri, melalui Kabid SDK, Handono. Mereka mengatakan ditata yang benar dari pihak kita mana yang harus dilengkapi, jadi masih akan mengagendakan duduk bareng dengan LOKA Kediri terkait hal ini, dan kami siap, ayo Senin depan ini nanti kita ke Kediri,” ujar Dewi.

Dewi mengaku, kendala yang dihadapi menurut Dinkes produk yang dikelolanya tidak ada kajian, seperti teh itu adalah bentuk jamu bukan minuman, itu yang harus ke BPOM menurut pihak Dinkes. Kemudian terkait penanggung jawab produksi yang pihaknya ingat bahwa sebelumnya pihak Dinkes mengatakan per produk satu penanggung jawab, namun dikatakan bila ini hanya industri satu atap untuk semua produk satu penanggung jawab, tentu pihak Dewi siap untuk hal itu.

“Karena dengan segera keluarnya izin itu, kami betul-betul bisa totalitas dan masyarakat sekitar bisa kita karya kan secara maksimal agar bisa mengurangi pengangguran dan menambah peluang kerja. Selain itu bisa merubah image yang selama ini Blitar identik sebagai kota pensiun, kita ubah menjadi Blitar itu sebagai Kota Edukasi dengan adanya industri gaharu ini, dan potensi lain seperti pariwisata juga ikut terangkat dengan kedatangan para Bayer dari luar negeri berkunjung ke Blitar mencari produk gaharu ini nantinya,” tegas Dewi.

Sedangkan Anggota Tim Kerja Pengembangan Kawasan Agropolitan Kecamatan Kanigoro, Mujianto yang mendampingi pertemuan itu mengatakan, itu suatu wujud kepeduliannya terkait adanya pengembangan UMKM terutama di wilayah Kanigoro dan khususnya pelaku UMKM yang di dampingi merupakan seorang perempuan (ibu rumah tangga) yang memiliki potensi sangat luar biasa untuk membangkitkan sektor ekonomi untuk Blitar.

“Harapan kami terkait munculnya produksi UMKM di Kabupaten Blitar, Dinas terkait itu segera hadir dan berkunjung ke lokasi untuk memastikan apakah ini produk UMKM riel atau hanya abal-abal, dan kami melihat selama ini belum pernah ada dinas terkaitnya berkunjung ke tempat usahanya Bu Dewi ini. Sehingga persoalan sebenarnya yang dihadapi dan terjadi itu belum tahu. Semoga dengan pertemuan ini kehendak nya dinas terkait segera tanggap dengan hal itu, dan kalau melihat hal ini nantinya bisa mengangkat nama baik Blitar, kenapa tidak segera ditindak lanjuti. Terkait perizinan itu kalau bisa mudah kenapa harus dipersulit, seperti yang dikeluhkan hampir satu tahun belum selesai,” tandas Mujianto.

Mujianto juga menambahkan, di Blitar itu ada dua sektor pariwisata, yaitu pariwisata alam dan pariwisata buatan oleh masyarakat itu sendiri. Ia melihat tamu-tamu yang berkunjung ke Bu Dewi rata-rata ada sekitar 100 sampai 200 orang per bulan. Menurutnya, bila ditata dan dikemas dengan bagus bisa menjadi pemasukan untuk lingkungan, dan itu yang belum bisa ditangkap oleh pemerintah desa maupun pemerintah daerah.

“Dengan kedatangan para Bayer dari luar negeri dan luar daerah yang berkunjung ketempat usaha Bu Dewi, akan membuka peluang lain seperti rumah warga sekitar bisa di fungsikan menjadi homestay, belum lagi industri makanan bisa terangkat, sektor perhubungan juga, jalan juga bisa mendongkrak sektor pariwisata dengan hal ini, dan potensi inilah yang harus kita kembangkan, karena hal ini belum ada di daerah lain di Indonesia,” pungkas Mujianto.

Bagikan

Rekomendasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button