
Bengkulu,mitratoday.com – Polemik aset eks-Unit Pelayanan Pengembangan (UPP) di Desa Giri Kencana, Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, kini bak api dalam sekam.
Aset negara yang semestinya menjadi penopang pembangunan dan kepentingan masyarakat, justru diduga beralih fungsi dan dikuasai oknum tertentu.
Tak tanggung-tanggung, dalam pusaran kasus ini terseret nama besar Ketua DPRD Bengkulu Utara atau mantan Kades Giri Kencana, yang disebut-sebut ikut menginisiasi penguasaan lahan tersebut.
Aset Rp 1 Miliar Lebih, Beralih Jadi Ajang Kepentingan Pribadi
Berdasarkan catatan resmi pemerintah, aset tanah seluas 7.000 meter persegi dengan Nomor Kode Barang 01.01.11.01.011 dan Nomor Register 0008 itu memiliki nilai aset negara sebesar Rp1.012.900.000. Statusnya Hak Pakai, dengan peruntukan sebagai Kebun Induk.
Namun yang terjadi di lapangan jauh panggang dari api. Alih-alih dimanfaatkan sesuai ketentuan, tanah itu justru diduga menjadi objek jual-beli terselubung. Harga yang muncul dalam transaksi ilegal bahkan dikabarkan melambung jauh di atas nilai aset resmi. Praktik ini jelas merugikan negara sekaligus mengangkangi aturan hukum.
Kades Bungkam, Publik Bertanya-Tanya
Kasus ini semakin mengundang kecurigaan publik karena dua kepala desa yang namanya disebut ikut menikmati penguasaan lahan tersebut, yakni Kepala Desa Air Simpang dan Kepala Desa Gunung Payung, memilih bungkam saat dikonfirmasi awak media.
Sikap diam mereka bukan hanya mencurigakan, melainkan memperlihatkan adanya tekanan atau ketakutan yang lebih besar. Mengapa para kades itu tak berani angkat suara? Apa benar mereka hanya pion dalam permainan elit yang lebih tinggi? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang kini menggantung di benak masyarakat.
Bayang-Bayang Ketua DPRD
Lebih mengejutkan, dugaan inisiator penguasaan aset ini justru mengarah kepada mantan Kepala Desa Giri Kencana, yang kini duduk di kursi empuk sebagai Ketua DPRD Bengkulu Utara. Jika benar, maka kasus ini bukan lagi sekadar “sengketa aset desa”, melainkan skandal serius yang melibatkan pejabat legislatif tingkat kabupaten.
Bagaimana mungkin seorang pejabat publik, yang seharusnya menjadi contoh dalam menjaga aset negara, justru disebut-sebut sebagai aktor utama dalam penguasaan lahan negara? Dugaan ini kian mempertegas betapa rapuhnya pengelolaan aset daerah ketika diseret ke ranah kepentingan politik dan ekonomi kelompok tertentu.
Desakan Publik dan Ancaman Skandal Besar
Sekjen Masyarakat Analis Finansial & Investigasi Anggaran (MAFIA), Darul, angkat bicara lantang:
“Pemprov Bengkulu harus serius menata ulang aset ini. Jika dibiarkan, masalah akan semakin liar. Dan bila pemerintah daerah tak kunjung tegas, maka aparat penegak hukum (APH) wajib turun tangan. Jangan biarkan ada oknum yang bersembunyi di balik jabatan untuk memperjualbelikan aset negara demi kepentingan pribadi.” Tegasnya.
Desakan ini menggaung di tengah masyarakat yang sudah muak dengan praktik penguasaan aset negara oleh segelintir elit. Kasus ini berpotensi menjadi skandal besar di Bengkulu Utara, karena menyentuh nama pejabat puncak legislatif.
Ujian Serius untuk Pemprov dan APH
Kini, bola panas ada di tangan Pemprov Bengkulu dan Aparat Penegak Hukum. Publik menanti langkah nyata: apakah aset bernilai miliaran ini benar-benar diamankan kembali untuk kepentingan rakyat, atau justru dibiarkan menjadi bancakan elit yang berlindung di balik kekuasaan?
Jika aparat tak bertindak tegas, bukan hanya kredibilitas pemerintah daerah yang hancur, tetapi juga kepercayaan rakyat terhadap hukum dan keadilan. Sebab dalam kasus ini, bukan hanya soal tanah 7.000 meter persegi, melainkan soal wibawa negara yang sedang dipertaruhkan.(FWD)