BlitarDaerahHeadlineHukumjawa TimurNasional

Dana Hibah Jatim Seret Banyak Pihak : 5 Pejabat Desa Blitar Diperiksa KPK

Blitar,mitratoday.com — Satu per satu borok dana hibah Provinsi Jawa Timur mulai terkuak. Kali ini, giliran lima pejabat desa di Kabupaten Blitar yang diseret dalam pusaran penyidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Tiga kepala desa dan dua kepala dusun menjalani pemeriksaan intensif sebagai saksi atas dugaan penyelewengan dana pokok pikiran (pokir) yang dikucurkan melalui skema hibah provinsi.

Kelima aparat desa tersebut adalah KMD (Kepala Dusun Jeding), KTN (Kepala Desa Penataran), SPM (Kades Candirejo), YNT (Kadus Kalicilik Candirejo), dan SDK (Kades Bangsri). Pemeriksaan dilakukan di Mapolres Blitar Kota. Meski baru berstatus sebagai saksi, keterlibatan mereka membuka pintu lebih lebar terhadap praktik culas dalam pengelolaan anggaran publik di tingkat akar rumput.

Dari Pokmas ke Perangkat Desa: Jejak Dana Tak Jelas

Dugaan keterlibatan para kepala desa dan dusun dalam kasus ini tidak terjadi dalam ruang hampa. Salah satu nama, YNT, disebut menerima dana pokir pada 2020 saat ia masih menjabat sebagai ketua Kelompok Masyarakat (Pokmas). Setelah menjabat sebagai kepala dusun, ia kembali disebut-sebut dalam pencairan proyek yang bersumber dari dana hibah tersebut.

“Pada waktu 2020 itu yang bersangkutan belum jadi perangkat desa, tapi masih ketua Pokmas. Setelah menjabat kepala dusun, nama dia tetap tercatat karena alokasi Pokir yang lama itu baru terealisasi belakangan,” jelas Bambang Dwi Purwanto, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Blitar, Rabu (16/07/2025).

Fenomena ini menunjukkan lemahnya sistem pendataan dan pengawasan realisasi dana pokir di lapangan. Tak sedikit proyek hibah yang molor realisasinya, bahkan dikerjakan oleh pihak-pihak yang sudah tidak memiliki kapasitas hukum formal saat dana turun.

Pemkab Blitar Ambil Posisi Netral

Di tengah sorotan tajam terhadap kasus ini, Pemkab Blitar mengaku tidak akan mencampuri proses penyidikan dan menyerahkan sepenuhnya ke KPK. Namun di saat bersamaan, mereka berupaya menenangkan publik dengan pernyataan bahwa pelayanan masyarakat tetap berjalan normal.

“Kita ini sudah koordinasi dengan pak Camat dan pihak desa. Teman-teman kepala desa harus tetap bisa membagi pikiran. Jangan sampai pelayanan terganggu karena proses hukum,” kata Bambang.

Pokir dan Korupsi Struktural: Bukan Isu Baru

Kasus ini hanyalah percikan dari bara korupsi dana pokir yang telah lama menjadi rahasia umum di Jawa Timur dan sejumlah provinsi lainnya. Dana pokir yang semestinya menjadi jembatan antara aspirasi rakyat dan program pemerintah, justru sering menjadi celah transaksi gelap antara oknum legislatif, eksekutif, dan kelompok masyarakat.

Skema pelaksanaan yang longgar, minim evaluasi, serta lemahnya audit dari Inspektorat maupun BPKP, menjadikan dana pokir sebagai sarang empuk untuk praktik markup, proyek fiktif, hingga pencairan uang untuk Pokmas yang hanya ada di atas kertas.

Dalam banyak kasus, proposal diajukan oleh Pokmas bentukan instan yang hanya berfungsi sebagai “perantara pencairan.” Realisasi di lapangan seringkali menyimpang: ada proyek jalan desa yang dikerjakan asal-asalan, irigasi yang tidak sesuai spesifikasi, hingga pengadaan barang yang tidak pernah sampai ke warga.

KPK Telusuri Alur Pokir dan Dugaan Suap Legislator

Sumber internal yang dekat dengan penyidikan menyebutkan, KPK tidak hanya fokus pada aparat desa, tetapi juga tengah mendalami siapa saja oknum anggota DPRD Jawa Timur yang memberikan pokir kepada Pokmas-Pokmas tersebut. Dugaan kuat mengarah pada praktik suap menyuap antara pengusul pokir dan pihak pelaksana di lapangan.

Jika bukti cukup kuat, bukan tidak mungkin kasus ini akan merembet lebih jauh ke gedung DPRD Provinsi dan menjerat legislator aktif.

Desa Harus Bersih dari Politik Uang

Skandal ini menjadi cermin rusaknya tatanan distribusi dana pembangunan. Ketika anggaran disalurkan bukan berdasarkan kebutuhan masyarakat melainkan kedekatan dan transaksionalisme, maka yang lahir bukan pembangunan, melainkan proyek-proyek hampa yang menyisakan kerugian negara dan ketidakpercayaan publik.

KPK wajib mendalami perkara ini hingga tuntas. Dan Pemkab Blitar, jika tak ingin disebut “bermain mata” dalam diam, seharusnya segera membentuk tim khusus untuk mengevaluasi seluruh penggunaan dana hibah di desa dalam 5 tahun terakhir.

Rakyat butuh lebih dari sekadar pelayanan yang “tidak terganggu”. Rakyat butuh keadilan, transparansi, dan aparat desa yang bersih dari bau amis korupsi.

Pewarta : Novi

Bagikan

Rekomendasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Back to top button