BlitarDaerahHeadline

IRT Mengolah Kayu Gaharu Menjadi Bermacam Produk Bermutu, Namun Diduga Di Persulit Soal Perizinan

Pewarta : Novian

Blitar,mitratoday.com-Seorang Ibu Rumah Tangga di Blitar bernama Dewi Fortuna mengolah kayu Gaharu menjadi produk yang bermanfaat dan laku di jual. Seperti minyak, sabun, dupa, kopi, teh, tasbih dan lainnya.

Produk sabun dari bahan Kayu Gaharu

Dewi Fortuna menyampaikan, bermula dari kekecewaan masyarakat di pulau Jawa yang mendapat informasi bahwa menanam pohon gaharu membawa keuntungan besar, akhirnya mereka menanam. Padahal mereka tidak tahu perbedaan pohon yang di proses oleh alam dengan gaharu yang di proses secara budi daya. Sehingga pada saat proses budidaya tahunya mereka bisa laku mahal, padahal karakter kayu gaharu itu kayu lunak tidak bisa di buat untuk bahan bangunan.

“Setelah mereka keluar uang banyak, mereka lelah pohonnya hancur, tidak ada hasil, dan tidak bisa memproses. Dari situlah kekecewaan mereka, ini peluang baik buat kita mengembangkan masyarakat. Artinya, informasi yang salah kita luruskan, kita edukasi bahwa budidaya gaharu hasil akhirnya produk turunan dari daun sampai akar itu laku semua, namun harus melalui proses,” kata Dewi Fortuna.

Makanya kita buatkan tempat untuk proses kayu gaharu. Siapa yang punya daun, di panen kita tampung guna di produksi. Kita bayar sama petani, siapa yang punya pohon kita suntikkan cairan untuk ciptakan aroma wangi. Setelah itu kita tunggu proses selama lima tahun, kalau pohonnya besar, kulitnya kita kupas jadikan tas.” tambahnya.

Selanjutnya ia menjelaskan bahwa batang yang sudah di kupas di oles obat untuk proses suling.” Setiap setahun sekali kita panen, setelah itu hasil proses suling tadi ampasnya kita proses lagi, kemudian dijemur hingga kering guna dijadikan tepung untuk di buat dupa,” jelas Dewi.

Ia mengajak semuanya harus bisa menyiasati, karena pohon gaharu tidak boleh di jual gelondongan. “Maka kita buat produk, karena kalau dalam bentuk produk itu tidak masalah, misalnya ranting yang sudah ada isi kita jadikan kacamata, tasbih, dan kulitnya di suling. Karena bahan airnya kita jadikan produk penyegar wajah, minyaknya kita jadikan parfum, semuanya tidak ada ampas dan limbahnya.” Terangnya.

Dewi Fortuna sudah bergelut di bidang pohon gaharu di Blitar selama 3 tahun dengan menyerap tenaga kerja dari sebanyak 30 orang.

“Cuma kendalanya kita sampai saat ini di persulit oleh proses perizinan, padahal setiap produk yang dibuat pasti kita ingin di sukai oleh pangsa pasar. Sedangkan untuk di pasarkan kita harus mengikuti aturan dari Negara, bahwa setiap usaha yang kita miliki harus mempunyai izin.” Ungkapnya.

Dewi mengakui bahwa pihaknya sudah mengurus administrasi agar barang bisa keluar dan memiliki izin edar, baik secara lokal maupun keluar. Padahal pihaknya sudah mengikuti peraturan pemerintah, seperti tempat harus di sterilkan, yang tidak ada lalu-lalang sudah di buat. Kemudian Dewi mengatakan bahwa pihaknya di minta SOP dalam pengerjaan, baik dari seragam, dan penggunaan produksi, semuanya sudah dilakukan.

“Selain itu, mereka minta penanggung jawab produksi. Setahu kita, penanggung jawab produksi untuk pabrik skala besar, kalau Kita kan skala ibu rumah tangga. Lalu kita ajukan, nah mereka minta D3 Farmasi untuk penanggung jawab produksinya, tetapi sudah setahun lebih Izin PIRT tidak di keluar kan oleh Dinas Kesehatan,” jelas Dewi Fortuna.

Bahkan, Dewi menegaskan bahwa ia sudah mengadukan hal tersebut ke pihak BPOM Provinsi, lalu karena Blitar masuk Loka Kediri, ia diarahkan ke Loka Kediri.

“Maka itu, dibimbinglah saya dan memberi ajuan serta langkah, termasuk denah lokasi. Sambil berjalan saya urus izin dulu ke Dinas Kesehatan agar bisa naik ke Loka Kediri, namun pihak Dinas Kesehatan mengatakan saya tidak bisa urus, di suruh ke provinsi. Padahal saya di arahkan loka Kediri ke Dinas Kesehatan, jadi yang mempersulit itu pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar,” tutur Dewi Fortuna.

Dewi berharap dengan kesulitan orang berkembang, serta berkreasi saat ini, harusnya di supor.”Kita berharap suport dari pemerintah daerah, karena kita tidak bisa berkembang tanpa izin. Kita jadi takut untuk beriklan, karena belum berizin.” Ungkapnya.

Padahal ia ingin mengembangkan masyarakat sekitar, masyarakat Blitar agar tidak perlu ke luar negeri jadi PMI.

‘Saya ingin masyarakat Blitar bisa berkarya sambil mengasuh anak, tidak perlu menjual Tanah bisa berkarya sampai anak cucu punya usaha, dan saya ingin Blitar menjadi ikon. Blitar itu kaya, lahan produktif itu banyak sekali, mari kita kembangkan,” tutup Dewi.

Bagikan

Rekomendasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button