
Blitar,mitratoday.com — Publik dibuat geleng-geleng kepala menyusul pernyataan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar, Adi Andaka, yang menyebut korban bullying di SMP Negeri 3 Doko dalam kondisi “aman” dan “tidak apa-apa”.
@mitratoday.com UPDATE KASUS BULLYING BLITAR Publik dibuat geleng-geleng kepala menyusul pernyataan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar, Adi Andaka, yang menyebut korban bullying di SMP Negeri 3 Doko dalam kondisi “aman” dan “tidak apa-apa”. Klaim itu justru bertolak belakang dengan hasil penyelidikan aparat kepolisian yang menyatakan korban mengalami trauma psikis. Pernyataan Adi Andaka itu dilontarkan Senin (21/07/2025) ketika ditanya mengenai kondisi terkini korban. Dengan enteng, ia menjawab, “Aman, tidak apa-apa.” Ucapan tersebut sontak menuai tanda tanya besar: apakah Kadis benar-benar memahami dampak psikologis bullying, atau sekadar ingin meredam badai opini? Pernyataan tersebut dibantah langsung oleh Kapolres Blitar, AKBP Arif Fazlurrahman. Ia secara tegas menyampaikan bahwa meski tidak ditemukan luka fisik serius, korban mengalami trauma berat akibat perundungan yang dilakukan oleh 18 siswa di sekolah yang sama. Baca selengkapnya di www.mitratoday.com #blitar #blitar24jam #blitarjawatimur #jawatimur #hukum #bullying #polresblitar #dinaspendidikanblitar #sorotan #fypシ゚ #mitratodaydotcom #kulitinta01 #viral
Klaim itu justru bertolak belakang dengan hasil penyelidikan aparat kepolisian yang menyatakan korban mengalami trauma psikis.
Pernyataan Adi Andaka itu dilontarkan Senin (21/07/2025) ketika ditanya mengenai kondisi terkini korban. Dengan enteng, ia menjawab, “Aman, tidak apa-apa.” Ucapan tersebut sontak menuai tanda tanya besar: apakah Kadis benar-benar memahami dampak psikologis bullying, atau sekadar ingin meredam badai opini?
Pernyataan tersebut dibantah langsung oleh Kapolres Blitar, AKBP Arif Fazlurrahman. Ia secara tegas menyampaikan bahwa meski tidak ditemukan luka fisik serius, korban mengalami trauma berat akibat perundungan yang dilakukan oleh 18 siswa di sekolah yang sama.
“Memang tidak ada luka serius secara fisik, namun secara psikis korban mengalami trauma,” tegas Kapolres Blitar kepada awak media.
Pernyataan Kapolres ini mengindikasikan adanya kontradiksi mencolok antara institusi penegak hukum dan pihak Dinas Pendidikan, yang semestinya menjadi garda depan perlindungan anak di lingkungan sekolah.
Laporan dari Unit PPA (Pelayanan Perempuan dan Anak) Polres Blitar mengungkap bahwa korban mengalami tekanan psikologis yang memerlukan penanganan khusus. Saat ini, korban telah mendapat pendampingan psikologis dari pihak kepolisian agar proses pemulihan mental bisa segera berjalan.
Ironisnya, Dinas Pendidikan yang semestinya bersikap empatik dan transparan justru terlihat seolah menutupi luka yang dialami korban. Tidak sedikit pihak menilai sikap Kadis seperti ini sebagai bentuk abainya pejabat terhadap nasib anak didik yang seharusnya dilindungi, bukan dijadikan alat pencitraan.
Di sisi lain, Polres Blitar kini tengah melakukan penyelidikan menyeluruh dan memeriksa 18 siswa yang diduga terlibat. Karena kasus ini melibatkan anak-anak, proses hukum akan dijalankan dengan pendekatan kehati-hatian namun tetap tegas.
“Sementara itu yang kita dapatkan, hasil penyelidikan lebih lanjut akan kita sampaikan,” tambah Kapolres.
Kasus ini membuka tabir lemahnya sensitivitas sebagian pejabat terhadap isu bullying yang kian hari makin mengkhawatirkan. Jika trauma korban saja bisa dianggap “baik-baik saja”, lalu apa yang disebut darurat oleh Dinas Pendidikan?
Masyarakat kini menanti langkah nyata, bukan sekadar pernyataan normatif. Ketika seorang anak sudah dipukuli, diolok, dan trauma, yang dibutuhkan bukan peredam berita, melainkan keadilan dan pemulihan yang sungguh-sungguh.
Pewarta : Novi