Kasus Perundungan SMPN 3 Doko Blitar Dipertanyakan, Keluarga Korban: “Tidak Ada Perdamaian!”

Blitar,mitratoday.com – Pernyataan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar, Adi Andaka, yang menyebut kasus perundungan di SMPN 3 Doko telah selesai secara damai, memicu gelombang kecaman dan pertanyaan dari masyarakat.
@mtv_217 Tak Ada Kata Damai Pernyataan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar, Adi Andaka, yang menyebut kasus perundungan di SMPN 3 Doko telah selesai secara damai, memicu gelombang kecaman dan pertanyaan dari masyarakat. Klaim damai tersebut dinilai menyesatkan, terutama karena dibantah langsung pihak keluarga korban yang menegaskan bahwa tidak pernah ada kesepakatan damai. Karlan, kakek dari korban, menyatakan bahwa keluarga merasa tersinggung dan marah atas narasi sepihak dari pihak Dinas Pendidikan. Saat ditemui tim Mitratoday.com di kediamannya di Dusun Precet, Kecamatan Doko, pada Senin (21/7/2025), Karlan menyebutkan bahwa keluarga sama sekali tidak dilibatkan dalam proses yang disebut sebagai “mediasi damai”. “Tidak ada kata damai. Kami tidak pernah diajak bicara soal damai. Justru kami ingin ini dibawa ke jalur hukum. Cucu saya bukan sekali mengalami kekerasan, tapi berkali-kali,” tegas Karlan. Baca selengkapnya di www.mitratoday.com #blitar #blitar24jam #jawatimur #hukum #bulying #sorotan #fypシ゚ #viral #pendidikan #polri
Klaim damai tersebut dinilai menyesatkan, terutama karena dibantah langsung pihak keluarga korban yang menegaskan bahwa tidak pernah ada kesepakatan damai.
Karlan, kakek dari korban, menyatakan bahwa keluarga merasa tersinggung dan marah atas narasi sepihak dari pihak Dinas Pendidikan. Saat ditemui tim Mitratoday.com di kediamannya di Dusun Precet, Kecamatan Doko, pada Senin (21/7/2025), Karlan menyebutkan bahwa keluarga sama sekali tidak dilibatkan dalam proses yang disebut sebagai “mediasi damai”.
“Tidak ada kata damai. Kami tidak pernah diajak bicara soal damai. Justru kami ingin ini dibawa ke jalur hukum. Cucu saya bukan sekali mengalami kekerasan, tapi berkali-kali,” tegas Karlan.
Lebih jauh, Karlan menyampaikan bahwa sang ibu korban yang kini bekerja sebagai TKW di luar negeri, sangat terpukul mendengar kabar perundungan anaknya dan menolak dengan tegas wacana damai.
“Ibunya minta agar kasus ini jangan sampai berhenti. Anaknya dipukuli, lalu dibilang sudah damai? Bohong itu,” imbuhnya.
Mediasi Tertutup, Media Dilarang Meliput
Pernyataan Adi Andaka sebelumnya kepada media bahwa telah terjadi mediasi antara sekolah, keluarga pelaku, dan keluarga korban, makin dipertanyakan karena tidak pernah dikonfirmasi secara resmi oleh pihak keluarga korban. Ditambah lagi, proses mediasi dilakukan secara tertutup dan eksklusif, tanpa melibatkan media maupun tokoh masyarakat.
Beberapa jurnalis yang mencoba meliput mediasi di SMPN 3 Doko pada hari sebelumnya ditolak masuk ke area sekolah, dengan alasan yang tidak jelas.
“Kalau memang damai, kenapa keluarga tidak tahu? Kenapa wartawan dilarang masuk? Ini menimbulkan kecurigaan bahwa ada yang ingin ditutupi,” ujar salah satu warga Dusun Precet yang mendukung keluarga korban.
Masyarakat sekitar pun membenarkan bahwa kasus perundungan di SMPN 3 Doko bukanlah yang pertama. Ada dugaan kuat bahwa praktik pembiaran sudah berlangsung cukup lama di lingkungan sekolah tersebut.
“Dulu juga pernah ada anak yang jadi korban di sekolah ini. Akhirnya dia pindah dan tidak mau sekolah lagi. Sekarang terulang, dan dibilang damai? Ini tidak bisa dibiarkan,” kata seorang warga yang meminta namanya dirahasiakan.
Dinas Pendidikan Diduga Abaikan Fakta Lapangan
Saat dihubungi secara terpisah, Kadisdik Kabupaten Blitar Adi Andaka terkesan memberikan jawaban yang berputar-putar dan kontradiktif. Ia mengakui bahwa memang belum ada kesepakatan damai secara tertulis, namun tetap menyebut telah terjadi “kesepakatan lisan”.
“Kemarin sudah ada mediasi, katanya sudah ada kesepakatan, tapi belum tertulis. Rencananya tadi pagi dilanjutkan mediasi lagi, ada dari Polres Blitar, Danramil, dan KPAI,” ucapnya.
Namun ketika ditanya lebih lanjut soal posisi resmi Dinas dan mengapa media dilarang masuk, Adi Andaka tidak memberikan penjelasan yang gamblang. Ia malah menyatakan bahwa tim dari Dinas Pendidikan telah turun ke lapangan namun belum memberikan laporan resmi hingga sore hari.
“Tim kami sudah ke lapangan, tapi saya belum dapat info resmi. Jadi kita tunggu saja hasil dari tim,” ujarnya.
Seruan untuk Evaluasi Total dan Transparansi
Kasus ini memantik desakan agar Dinas Pendidikan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan sekolah dan transparansi dalam penanganan kasus kekerasan terhadap anak. Publik menilai bahwa pernyataan-pernyataan pejabat yang mengesankan telah terjadi damai, padahal tidak, justru melecehkan rasa keadilan korban dan keluarganya.
Pakar pendidikan dan perlindungan anak, Edi Purwanto, menilai bahwa pernyataan damai yang belum diverifikasi oleh semua pihak adalah bentuk maladministrasi informasi yang bisa menghambat proses hukum dan merusak kepercayaan publik.
“Damai bukan hanya kata-kata, tapi harus melalui proses hukum yang jelas dan persetujuan semua pihak. Jika hanya Dinas atau sekolah yang mengklaim damai, itu bentuk pemutarbalikan fakta,” ujarnya saat dimintai komentar.
Keadilan Tak Bisa Didamaikan Secara Sepihak
Hingga berita ini diturunkan, korban masih mengalami trauma dan belum kembali bersekolah. Keluarga menegaskan akan terus menempuh jalur hukum hingga para pelaku dan pihak sekolah yang diduga lalai bertanggung jawab di hadapan hukum.
Kasus ini menjadi ujian serius bagi komitmen Dinas Pendidikan dan aparat hukum Kabupaten Blitar dalam melindungi anak-anak dari kekerasan di dunia pendidikan. Apakah keadilan akan ditegakkan, atau justru dikorbankan demi kenyamanan segelintir pihak?
“Kami tidak akan berhenti. Anak kami bukan tumbal untuk kenyamanan orang-orang dewasa yang tidak mau repot,” tutup Karlan.
Pewarta : Novi