DaerahHeadlineHukumSeram bagian barat

Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Melangit, Pemda Dinas P3AP2KB SBB Diam?

Seram Bagian Barat,mitratoday.com – Dikutip dari situs resmi Sekretariat Kabinet Republik Indonesia https//setkab.go.id/, edisi 24 Juli 2022, Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 101 Tahun 2022 tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak.

Peraturan Presiden (Perpres) yang dapat di akses pada laman JDIH Sekretariat Kabinet ini ditandatangani Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada tanggal 15 Juli 2022 serta berlaku saat itu juga.

Disebutkan, dalam pertimbangan peraturan ini bahwa untuk melindungi anak dari kekerasan dan diskriminasi, perlu dilakukan peningkatan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan dan diskriminasi terhadap anak. Selain itu, mengingat jumlah kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia masih tinggi maka perlu optimalisasi peran pemerintah.

“Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penghapusan kekerasan terhadap anak belum optimal dalam memberikan pencegahan dan penanganan sehingga diperlukan strategi nasional,” disebutkan dalam Perpres.

Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (Stranas PKTA) merupakan strategi nasional yang dituangkan dalam dokumen yang memuat arah kebijakan, strategi, fokus strategi, dan intervensi kunci, serta target, peran, dan tanggung jawab kementerian/lembaga (K/L), pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan masyarakat untuk mewujudkan penghapusan kekerasan terhadap anak.

“Stranas PKTA dimaksudkan sebagai acuan bagi kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam menyelenggarakan pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak,” bunyi Pasal 3.

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari Stranas PKTA ini adalah sebagai berikut:

a. menjamin adanya ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan, serta pelaksanaan dan penegakannya untuk menghapus segala bentuk kekerasan terhadap anak;

b. mengatasi faktor sosial budaya yang membenarkan digunakannya kekerasan, serta memperkuat nilai dan norma yang mendukung perlindungan dari segala bentuk kekerasan terhadap anak;

c. mewujudkan lingkungan yang aman dan ramah untuk anak, baik di dalam maupun di luar rumah;

d. meningkatkan kualitas pengasuhan melalui pemahaman, kemampuan, dan perilaku orang tua/pengasuh tentang pengasuhan berkualitas dan anti kekerasan;

e. meningkatkan akses keluarga rentan terhadap layanan pemberdayaan ekonomi untuk mencegah terjadinya kekerasan dan penelantaran terhadap anak;

f. memastikan ketersediaan dan kemudahan akses layanan terintegrasi bagi anak yang berisiko mengalami kekerasan dan anak korban kekerasan; dan

g. memastikan anak dapat melindungi diri dari kekerasan dan mampu berperan sebagai agen perubahan.

“Stranas PKTA memuat kondisi kekerasan terhadap anak di Indonesia; arah kebijakan dan strategi penghapusan kekerasan terhadap anak, dan kerangka kelembagaan dan koordinasi,” bunyi Pasal 5 ayat 1.

Berdasarkan ketentuan Pasal 7, KL, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam melaksanakan Stranas PKTA dapat melibatkan peran serta masyarakat.

“Pendanaan pelaksanaan Stranas PKTA bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, dan/atau sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi Pasal 8.

Lantas bagaimana peran Pemerintah Daerah Kabupaten Seram Bagian Barat dalam menjalankan Perpres demikian? Berikut informasi meningkatnya kekerasan terhadap anak dan perempuan di SBB dari Tahun 2022 hingga Tahun 2023 yang baru ini.

Berdasarkan data yang dihimpun Mitratoday.com, Kekerasan terhadap perempuan dan anak hingga anak yang berhadapan dengan Hukum dari Januari hingga Desember 2022 sebanyak 32 orang, sementara di Tahun 2023 ini sebanyak 10 orang masuk sebagai korban pencabulan.

Lalu sejauh ini apa dan bagaimana peran Pemerintah Daerah Kabupaten Seram Bagian Barat membijaki (Perpres) Nomor 101 Tahun 2022 tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak yang diditandatangani Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada tanggal 15 Juli 2022 ini?

Saat disinggung perihal peran dan langkah langkah pencegahan berupa sosialisasi ke Masyarakat, lagi dan lagi masalah anggaran terbatas kata Kepala Seksi Bidang Pencegahan Kekerasan Perempuan dan Anak ‘Crish Samalle’ saat ditemui Media ini dikantor Dinas P3AP2KB SBB. (14/2/23).

Dia mengatakan, sosialisasi untuk Pencegahan ditahun 2022 hanya satu kali. Sosialisasi menurut dia itu dilaksanakan tepat Mitra hotel Piru yang melibatkan kalangan atas semisal Pihak Kepolisian, maupun lainnya.

Sementara untuk penanganan kasus kekerasan di Dinas P3AP2KB dalam hal ini bidang yang dia lakoni itu baru satu kali. Itupun jika ada Korban maupun keluarga korban datang melapor. Sehingga kata dia, “itu berarti ada upaya pencegahan lewat sosialisasi dari Dinas baik lewat DAU maupun lewat sosialisasi kampung KB?” Ujarnya.

Ditempat terpisah, ‘Rasyit La Koko’ Pekerja Sosial Kementerian (Peksos RI), melayangkan kritik pedas terhadap Pemda dalam hal ini Dinas P3AP2KB yang dinilai acuh bebek perihal tingginya kekerasan terhadap anak dan perempuan di SBB.

Rasyit yang dihubungi media ini Rabu (15/2/23), lewat Via Whatsappnya mengatakan bahwa, Perihal kasus kekerasan terhadap anak, Pemerintah Daerah selama ini belum begitu serius mengambil langkah secara kongkrit dalam pencegahan.

Kata dia, ketika ada kasus, Pendampimg kurang memberikan perhatian yang lebih padahal harus sebaliknya.

“Tufoksi pendamping dalam hal ini Dinas pemberdayaan perempuan dan anak itu belum maksimal, seharusnya jemput bola bukan tunggu bola dalam hal ini melakukan sosialisasi secara rutin baik di sekolah-sekolah maupun masyarat pada umumnya.” Ucapnya.

Lanjutnya, bila ada informasi kekerasan terhadap perempuan dan anak, dinas terkait harus menjemput bola alias turun langsung ke pihak korban bukan malah hanya duduk menunggu sampai korban datang melapor.

“Karna pada prinsipnya, Masyarakat atau pihak maupun keluarga korban mengharapkan sandaran berupa pendampingan yang secara maksimal.” Tukas Rasyid

Lanjut, dia memberikan contoh korban kekerasan perempuan dan anak. Beberapa korban yang memang lahir dari keluarga pas-pasan dan memiliki tempat tinggal yang jauh dari Pusat kota Kabupaten.

“Jauh-jauh dari pelosok semisal, Kecamatan Huamual Belakang, dan Taniwel Timur, pulang pergi melapor ke pihak berwajib, memberikan keterangan, Visum maupun lainnya masih dengan serba keterbatasan finansial.” Pungkas Rasyid.

Rasyid katakan, hal itu sangat disayangkan. Sudah menjadi korban malah menjadi korban pula. Bahkan, mereka sampai nekat menjual harta benda mereka untuk mencari keadilan.

Yang lebih fatalnya lagi, lanjut Rasyid, ketika mereka harus pasrah menerima beban sosial dengan menyelesaikan perkara pencabulan, kekerasan terhadap anak dan perempuan secara kekeluargaan. Padahal, tidak disadari bahwa itu memberikan peluang bagi pelaku lainnya untuk melancarkan aksi bejat serupa.

Bukan hanya itu, Rasyid pun menanyakan Fasilitas Negara dalam hal ini peran Mobil Pemberdayaan Perempuan dan Anak.

“Dimana peran mobil Pemberdayaan perempuan dan anak itu, coba di gunakan untuk hal seperti jemput dan bolah mungkin distulah Masyarakat merasa bahwa Pemda hadir untuk memberikan kenyaman ke keluarga korban”.Ulasnya

Selain itu, Untuk menghindari kekerasan terhadap perempuan dan anak, Rasyid berharap, agar Masyarakat, para orang tua lebih lagi melakukan pengawasan terhadap aktivitas keseharian anak anak dilingkungan nya ,teman bergaul nya, sempatkan waktu bersama anak, memberikan bimbingan kasih sayang dan terpenting lagi memberikan pemahaman tentang bahaya sex, serta berikan pemahaman agama secara mendalam.

Pewarta : Ekdar

Bagikan

Rekomendasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button