DaerahJambiOpiniPolitik

Keterwakilan Perempuan di Legislatif, Persoalan Kualitas Bukan Kuantitas

Pewarta : Jhon Tiger

Oleh Diah Anggraini

Mahasiswi Magister Ilmu Politik Universitas Indonesia Pada masa modern, hari ini isu keterwakilan perempuan sudah ramai dibahas. Kesadaran akan pentingnya partisipasi perempuan dalam ranah politik terus di sosialisasikan.

Demokrasi adalah upaya yang dapat memberikan jaminan kesetaraan politik untuk seluruh lapisan masyarakat. Munculnya isu keterwakilan perempuan dalam ranah politik menyadarkan pemerintah untuk membuat sebuah kebijakan yang inklusif sehingga jalan perempuan untuk masuk ranah politik lebih di permudah.

Latar belakang dari lahirnya kebijakan Affirmatif Action di sebabkan oleh hasil pemilu tahun 1999 dimana jumlah perempuan yang berhasil duduk di parlemen sebanyak 49 orang dari 500 total kursi.

Keterwakilan yang tidak imbang antara laki-laki dan perempuan mendorong di rumuskanya sebuah kebijakan yang mampu mendongkrak representative perempuan dalam parlemen. Lahirnya kebijakan affirmative action di dorong desakan PBB dalam mengatasi segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan.

Penghapusan diskriminasi terhadap perempuan dilakukan melalui kebijakan affirmative action yakni tindakan khusus yang dilakukan oleh negara untuk memberikan peluang, kesempatan dan dorongan terhadap perempuan terlibat dan berpartisipasi dalam politik. Indklusifitas yang diberikan negara kepada perempuan didukung melalu UUD 1945 Pasal 28H ayat (2) bahwa setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna menncapai persamaan dan keadilan.

Bentuk dari affirmative action yakni memberikan kuota 30% keterwakilan perempuan di legislative. Kebijakan affirmative action mengharuskan semua partai politik menepatkan 30% pengurus perempuan. Dipertegas memlalu UU No. 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD dan DPRD pada pasal 65. Kemudian keterwakilan perempuan di legislative di dongkrak melalui pengajuan perempuan sebagai peserta pemilu baik untuk DPR, DPRD kota/provinsi/kabupaten sekurang-kurangnya 30%. Lebih jauh, untuk dapat menjamin keterwakilan perempuan di legislative dilakukan kebijakan strategis yakni mencantumkan perempuan pada nomor urut 1 sampai dengan nomor urut 3 (Zipper system). Kebijakan kuota 30% bagi perempuan ini mulai berlaku sejak tahin 2004.

Hasil dari kebijakan kuota 30% berhasil meningkatkan partisipasi perempuan untuk maju sebagai anggota legislative. Pada pemilu 2004 tercatat sebanyak 2.507 orang calon legislative maju dalam pemilihan legislative (Pileg). Peningkatan terjadi pada pemilu 2009 dimana perempuan yang maju sebagai calon legislative sebanyak 3.894 orang.

Dengan adanya kebijakan yang mempermudah perempuan untuk berpartisipasi membuktikan kenaikan partisipasi perempuan dalam politik secara signifikan. Namun, perlu di garis bawahi bahwa pentingnya partisipasi perempuan dalam politik bukan hanya sekedar untuk memenuhi kuota 30%.

Perempuan harus dapat duduk di legislatif untuk dapat benar-benar melakukan perubahan. Jika dilihat angka perempuan yang duduk di legislatif pada tahun 2004 sebanyak 11,09% meningkat menjadi 18,04 persen pada pemilu 2009. Kemudian terjadi penurunan pada pemilu 2014 menjadi 17,32%. Kemudian meningkat pada tahun 2019 sebanyak 20,52%. Angka keterwakilan perempuan yang naik turun dan belum mencapai kuota 30% menujukan bahwa perempuan masih kesulitan untuk dapat duduk di DPR.

Dorongan keterwakilan perempuan untuk dapat duduk di kursi legislatif tidak lain adalah agar undang-undang yang nantinya di keluarkan oleh DPR tidak bias gender dan merugikan perempuan. Dominasi laki-laki dalam DPR perlu diimbangi dengan perempuan agar kesetaraan gender dapat diwujudkan. Untuk itu kita perlu menelaah apa penyebab dari rendahnya keterwakilan perempuan di legislatif.

Partai politik memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keterwakilan perempuan dalam politik. Sebagai wadah yang mengusung kandidat untuk maju di legislatif, partai politik masih memarjinalkan peran perempuan, Walaupun sudah di tekankan.

Bagikan

Rekomendasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button