ArtikelHeadlinePolitik

Pemilu Dalam Konteks Edukasi Dan Konsientisasi Demokrasi

Edukasi dan Konsientisasi

Paulo Freire menyebutkan diperlukan Edukasi dan Konsientisasi atau tepatnya pendidikan serta pendalaman kesadaran yang perlu dilakukan oleh seseorang dalam mempersiapkan dirinya melakukan dan memberikan sesuatu dalam meningkatkan pengetahuan dan kecerdasan pendidikan. (LKiS, 2005: 104-106).

Dunia pendidikan yang tujuan utamanya mencerdaskan kehidupan masyarakat bangsa tidak terlepas dari pengaruh politik sebagai sebuah kekuatan yang bermuara di legislatif yang kontribusinya untuk menjaga, mengukur dan menetapkan aturan dalam tumbuh dan berkembangnya pendidikan itu sesuai dengan kebutuhan di masyarakat dan perubahan zaman.

Pemberlakuan kekuatan politik dalam bidang pendidikan diparlemen, terutama untuk menjadikan masyarakat mampu membaca objek-objek tentang perkembangan negara dan kemajuan yang diinginkannya dalam rangka menjawab semua tantangan globalisasi dunia.

Atas dasar inilah, kehidupan berdemokrasi yang selalu berkelindan dengan berbagai aspek kepentingan hidup, butuh konsientisasi atau pendalaman kesadaran bahwa untuk memajukan dan atau melangsungkan sebuah kepentingan yang bersifat keterwakilan atau umum, memerlukan edukasi yang kompatibel dan riil agar gerakan murni menuju kesadaran dapat didasarkan pada keingintahuan yang cermat, kritis dan teliti melalui prosedur dan penilaian objek yang berlaku dengan barometer objektifitas yang telah ditetapkan (regulasi).

Maka dengan sendirinya, edukasi akan menjadikan, “Masyarakat menjadi manusia-manusia pembelajar, yang di dalamnya terkandung perbuatan mengajar, mendidik, melatih, memberikan contoh dan membangun keteladanan” (Sudarwan Danim, Makalah, 2000: 9). Melalui edukasi dan pembelajaran pula, akan menghasilkan agen perubahan sosial pada lingkungan dan masyarakat dengan nilai kritis yang mereka peroleh dari melihat keadaan kebutuhan yang belum sejalan dengan perubahan.

Dan atas dasar ini pula, Johar mengemukakakan bahwa, “Masyarakat belajar pada dasarnya selalu mencermati keadaan, perubahan-perubahan yang terjadi, kesenjangan yang mencul dan dampak dari perubahan itu. Serta mencari alternatif untuk mengisi dan memecahkan kesenjangan tersebut.” (Mulkhan dkk, 1998: 33).

Untuk memahami ruang demokrasi ketika mau atau sudah terjun ke dunia politik praktis dalam bentuk apapun namanya, demi melangsungkan kepentingan bersama atau keterwakilan tertentu yang telah termaktub dalam undang-undang, maka edukasi sangat diperlukan. Selain untuk mendidik “perlakuan” pemikiran dan perilaku yang sangat praktis dari para elitis dan birokratis, juga memperlihatkan pola-pola terbaru yang membangun yang bertujuan menciptakan kemajuan dan kolektifitas kepentingan.

Dalam edukasi, semua ini menjadi wajib dilakukan karena untuk menjadi treatment pergerakan proses politik adalah uji kepantasan diri, menjadi panji perubahan (berkah) dari narasi semata menjadi akurasi kebutuhan aksi. Serta meleburkan ruang ekspektasi dan meditasi menjadi bentuk relasi dan posisi yang pasti bisa digunakan untuk kemaslahatan.

Untuk sebjektifitasnya, “karena memang tidak bisa terlepas” selain menjadi ajang pembuktian diri dalam keterlibatannya dimata masyarakat, juga mampu memberikan contoh yang positif, bahwasannya setiap orang memiliki kebebasan untuk dipilih dan memilih serta memberikan kontribusi terbaik untuk maju sebagai anak negeri.

Perlu diketahui, dalam sebuah proses politik yang demokratis, cara pandang politik yang kotor dapat diubah dengan melibatkan keterbukaan yang dihubungkan dengan bagian-bagian administrasi yang dipasarkan secara luas tanpa ditutup-tutupi.

Tentunya pemberlakuan ini disesuaikan dengan keputusan peraturan yang sudah disahkan oleh parlemen dan pemerintah yang memiliki keterkaitan erat terhadap kebutuhan tersebut dan telah terpublikasikan.

Disini, nalar edukasi dibutuhkan untuk memahami objek-objek yang terjadi. Karena proses politik adalah dinamika yang relevan antara kepentingan dan penegasan kekuasaan. Keberpihakan terhadap yang melembaga, memang diperlukan pendalaman kesadaran tentang relasinya, pengaruhnya dan dampaknya yang akan datang. Dalam hal ini, terdapat proses belajar dari berbagai objek yang dilalui dan perilaku dari pelaku yang menjalani.

Secara umum, politik itu perjuangan meletakkan nilai-nilai kemanusiaan yang menunjukkan warna, dinamika dan kebutuhan sosial. Akselerasinya, terkait kekuatan kolektifitas dan penguasaan keberpihakan yang universal.

Dinamisnya politik, ia dapat saja menjaga jarak apabila terbuka peluang untuk lebih besar atau sebaliknya apabila terendus pada posisi kepentingan yang tidak sama atau tidak berpihak padanya atau malah mengalami kedekatan yang terus menerus selama keinginan dan kepentingan itu tetap sama.

Polarisasi politik yang selalu berubah-ubah ini, adalah realitas. Menghadapi politik, membutuhkan cara pandang yang tidak melulu idealitas bahkan terkadang harus menafikkan mayoritas. Karenanya, untuk naiknya sebuah kepentingan kepermukaan, haruslah melibatkan dualisme keyakinan, pertama pijakan utama berdirinya itu sendiri dan kedua jaringan nilai partisipasi yang koherensi.

Perubahan politik yang selalu berubah-ubah ini pula, telah menjadikannya bola panas atas keterlibatan dan ketertarikan terhadap relasi kuasa untuk siapa mendapat apa dan siapa mendapatkan apa selanjutnya..?! Meskipun diidentikkan dengan loyalitas dan besarnya kepentingan, disinilah pembuktian sebuah kekuatan politik akan mampu memperlihatkan kemampuannya dalam menegasikan kepentingan umum yang dirinya perjuangkan.

Politik akan sangat mungkin dan mampu menciptakan cita-cita dalam sentrum gerakan bersama dengan mempertemukan gelombang emosional jiwa serta mempersatukan pemikiran yang sama pula. Lebih jauh, akan selalu mengantisipasi dan mengamputasi pergeseran nilai akibat manipulasi regulasi, kepentingan sesaat dan hilangnya kepercayaan yang mengikat.

Dan elastisnya politik itu, akan menciptakan arena konflik terbaik untuk kemajuan kebutuhan kepentingan dengan meletakkan sinyal yang sama dengan koneksi nilai dari jaringan yang berbeda.

Dengan demikian, edukasi dan pemberlakuannya dalam dunia politik dan demokrasi harus betul-betul memahami objek-objek dan sub-subnya secara komprehensif.

Disamping politik itu sebagai sebuah kepastian kesepakatan menuju kekuasaan, ia juga sebuah kepastian dalam melihat keberlangsungan peluang berikutnya yang lebih besar. Itu artinya, konsientisasi tidak akan terjadi dalam sebuah praktek individu dan kelompok yang tidak memiliki keinginan yang sangat serius dan keniscayaan untuk mengetahui serta mendapatkannya secara presisi.

Dalam berbagai skalanya, studi tentang demokrasi memang tidak terlepas dari dan bahkan sangat identik dengan Pemilu. Disini kepentingan politik secara sosial serta bagi kemaslahatan secara umum (baik warna, identitas, kelompok atau golongan), tersalurkan melalui mekanisme yang sudah dilegal formalkan sesuai Undang-undang.

Medianya adalah partai politik sebagai stakeholders utama yang menjadi sarana perwakilan masyarakat yang akan dengan leluasa menyambungkan dan menyampaikan secara konkret aspirasi mereka dari berbagai kepentingan.

Tak jarang dalam sebuah mekanisme politik dalam kehidupan berdemokrasi, terjadi permasalahan yang disinyalir merugikan banyak pihak sesuai dengan persiapan dan objektifitas pertarungan politik dalam ajang kontestasi yang terjadi.

Namun yang perlu dicatat disini adalah demokrasi bukanlah sebuah proses kebebasan yang ideal, ia juga memiliki kelemahan dan perkembangannya harus sejalan dengan kapasitas kebutuhan masyarakat.

Dalam hal ini Zamroni mengemukakakan bahwa, “Perkembangan demokrasi itu sendiri tidak bersifat linier positif tetapi bisa meningkat kederajad yang lebih demokratis atau malah sebaliknya. Untuk menjamin bahwa masyarakat akan berkembang semakin demokratis itulah diperlukan pendidikan demokrasi” (2003: 134).

Untuk menguatkan persepsi tentang demokrasi dengan seluruh kelenturannya, kebebasan seseorang harus diiringi dengan kesabaran, toleransi dan kemampuan mengendalikan diri dari sebuah proses demokrasi. Berikutnya melakukan langkah-langkah partisipatif yang tidak bertentangan dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku.

Perbuatan ini, akan menunjukkan sebuah pemahaman demokrasi yang mengerti dengan baik tentang orientasi, perilaku dan struktur politik yang mengedepankan prosedur untuk menciptakan suasana politik yang berwawasan dan penuh pendekatan keterbukaan komunikasi dan menjaga hubungan kemanusiaan yang bermartabat terhadap mencapai kepentingan.

Menyikapi apabila terjadinya sebuah perbuatan yang inkonstitusional dalam proses demokratisasi, terutama terhadap suatu kepentingan politik, hendaknya dilakukan upaya untuk menggali dan mengidentifikasi permasalahan tersebut sesuai dengan pemberlakuan Undang-undang Pemilu. Hal ini perlu dilakukan untuk “Mendapatkan informasi secara lengkap serta melakukan tindakan yang akan diambil sebagai langkah penting dari sebuah persoalan” (Joko Subagyo, 1991: 109).

Dengan kata lain, dapat melakukan pencarian permasalahan secara prosedural dengan menurut data-data yang berhubungan dengan permasalahan.

Itu artinya, dalam proses politik sekalipun segala resiko kontestasi yang tidak berjalan sesuai aturan penyelenggaraan pemilu dan undang-undang, dapat di usut dan diselesaikan sesuai dengan aturan yang berlaku.

Peran keberlangsungan edukasi tentang tata kelola hidup berdemokrasi dan proses formal yang harus dilewatinya, penting dikemukakan agar prosesi demokratisasi dan relevansinya terhadap kehidupan sosial mendapatkan tempat yang layak. Meskipun semua ini akan terlepas apakah nanti akan mendapatkan tempat atau tidak dalam sebuah kontestasi.

Setidaknya, melalui edukasi yang dipelajari dan diikuti secara utuh, dapat melakukan upaya sadar terhadap pembelaan dan atau mempertahankan, ketika kontestasi politik dalam demokrasi berjalan.

Persepsinya, tidak akan lagi dibutakan oleh hiruk pikuknya pertarungan yang mengambang tetapi sudah pada alur utama permainan yang menenangkan atau mengalahkan seseorang dalam proses politik.

Jika pemberlakuan edukasi ini dinyatakan sedari awal yakni adanya konsientisasi tentang demokrasi dari memulai menjalankannya, maka akan melahirkan persepsi yang menyeluruh dengan kepentingan yang menyeluruh pula bagi setiap pelaku kontestasi.

Edukasi disini, menuntut adanya proses perubahan dan perbaikan dari pelaku kepentingan untuk lebih transfaran dan berkesesuaian terhadap kebutuhan publik.

Edukasi bagi kebutuhan kelangsungan hidup berdemokrasi, memiliki arti, “Tumbuh dan berkembang, memelihara, mengatur, menjaga kesetaraan Dan eksistensinya terhadap berbagai persoalan” (Samsul Nizar, 2002: 25). Bahkan konsep sosial belajarpun dapat mengangkat nilai pencerdasan bagi banyak orang yang dapat meliputi, “Penguasaan keterampilan sosial baru, perubahan sikap ke diri sendiri dan orang lain, perubahan kemampuan untuk mengalami dan menahan emosi serta pengembangan tujuan dan aspirasi.” (Croupley, 1997: 53).

Dengan adanya demokrasi politik, pembacaan edukasinya harus dipertegas kembali bahwa sebuah negara untuk mewujudkan kepentingan umum yang bebas dan rahasia serta demi untuk memajukan kedaulatan kehidupan berbangsa dan bernegara membutuhkan sebuah lembaga formal tentang penyelenggaraan pemilihan umum.

Penyelenggaraan Pemilu secara formal dan prosedural hukum telah diatur dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 22E ayat (5), tersebut dengan jelas bahwa, “Pemilihan Umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, mandiri dan independen.” Kemudian, setelah disahkannya peraturan KPU nomor 3 tahun 2022 tentang program, tahapan dan jadwal pemilu serentak tahun 2024.

Maka KPU berkewajiban menjalankan semua regulasi tersebut dan semua proses dari penyelenggaraan pelaksanaan Pemilu akan berjalan sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan.

Apabila terjadi kekeliruan dari pelaku politik dan sebagai penyelenggara dan atau hal lainnya yang menyangkut urusan sebagai pelaku penyelenggaraan pemilu, maka dapat dilakukan pengusutan melalui mekanisme yang sah yakni mengikuti Undang-undang dan peraturan yang ada di PKPU yang telah ditentukan.

Dukungan Pemerintah

Konsientisasi dan edukasi tentang ruang demokrasi dan legalitas proses politik dalam pemilu di Indonesia, harus betul-betul dimaknai dan disadari sebagai sebuah konsensus bersama bagi kebebasan warga negara dalam berpartisipasi menyampaikan aspirasi.

Pemilu, merupakan arena konflik yang sah dan legal dalam meraih atau mempertahankan kekuasaan. Hal ini telah dimaknai bahwa kontestasi politik dalam pemilu telah terlembagakan dan telah dinyatakan dalam perebutan kursi DPR dan DPRD yang telah diatur dalam pasal 22E ayat 2, 3 dan 4 Undang-undang Dasar 1945.

Karena pemilu merupakan tempatnya kepentingan bagi peserta pemilu yang menyatakan dirinya telah siap menjadi abdi regulasi negara bagi masyarakat tempat ia bekerja nantinya. Maka pemerintah telah menyiapkan pelayanan peradilan dan hukum secara komprehensif apabila terjadi sengketa politik dalam proses berdemokrasi. Dalam hal ini terdapat:

  • Mahkamah Konstitusi yang secara akurat akan menyelesaikan perselisihan hasil pemilu.
  • Bawaslu yang merupakan bagian tak terpisahkan dari penyelenggaraan Pemilu yang akan menyelesaikan sengketa administrasi dan proses pemilu.
  • PTUN yang akan menyisir dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara dalam tatanan urusan kepemiluan.
  • Peradilan Pidana untuk menyelesaikan dugaan dan urusan kejahatan pidana pemilu.

Kesiapan pemerintah dalam hal ini, merupakan langkah konkret agar pesta demokrasi yang dilakukan oleh para kontestan politik dapat dilindungi dan diakomodir secara adaftif dan komprehensif.

Selain itu, akses informasi digitalisasi yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat juga telah tersedia sesuai dengan tahapan yang dilakukan KPU hari ini.

Ini dapat dilihat kembali melalui sistem informasi alat bantu digitalisasi seperti: Sirekap, Silog, Silopi, Sidakam, Sidapil, Sipol dan Sidalih.

Percepatan ini dimaksudkan untuk mengubah cara pandang masyarakat Indonesia disetiap lapisannya dalam meningkatkan presisi pengetahuan yang semakin luas tentang pentingnya pemilihan umum dan pentingnya keterlibatan mereka membangun era baru dengan kepemimpinan baru bangsa ini.

Perubahan dan percepatan informasi tersebut banyak yang menyebutnya dengan istilah, “Future Shock”, “Culture Shock”, dan “Technology Shock”.

Akses digitalisasi yang digunakan oleh KPU sangat berguna untuk memperhatikan perubahan dan kebutuhan yang begitu cepat, sehingga perlu diperhatikan pemerataannya secara jeli dan mawas diri agar tidak terjadi ketimpangan dan kesalahan informasi atau hoaks dalam proses penyelenggaraan pemilu untuk kemajuan demokrasi dan politik khususnya di Indonesia.

Prof. Dr. Zamroni MA, dalam bukunya Pendidikan untuk Demokrasi mengatakan, percepatan akses informasi akan berdampak pada empat hal.

Pertama, tumbuhnya apa yang disebut “Disinformation through over information” yakni informasi yang berkembang dan berlebihan di masyarakat.

Kedua, melimpahnya informasi dimasyarakat, akan membawa kontradiksi dan pada gilirannya akan melecehkan kekuasaan di segala aspek kehidupan.

Ketiga, muncul dan berkembangnya rasa “pesimisme” dikalangan masyarakat terhadap perkembangan yang ada. Keempat, interaksi antar budaya semakin intens dan pengaruh budaya asing semakin besar. (2003; hal, 72-73).

Karenanya, pemerataan digitalisasi untuk kebaikan dan perbaikan masyarakat, diharapkan menjadi sistem alat bantu digitalisasi untuk perkembangan masyarakat itu sendiri dalam hal edukasi dan membuka kesadaran yang seluas-luasnya untuk berpartisipasi menghadapi pemilu yang akan diselenggarakan.

Adanya akses digitalisasi akan tetap dijaga dengan memperhatikan secara seksama semua pengaruh yang akan masuk bahkan merusak informasi penyelenggaraan pemilu. Lebih dari itu, dalam membangun kemajuan negeri akan menjadi dan membutuhkan studi akurasi dan refleksi geneologi yang terakumulasi melalui peta organisasi dan keterlibatan menyeluruh masyarakat, dan itu akan menunjukkan akurasi fower of energy dari setiap aksi dan sisi personalisasi, baik itu penyelenggara, pemerintah dan stakeholders yang meliputinya.

Dengan digitalisasi nantinya, apakah akan menciptakan nuansa dan pola baru bagi pengetahuan dan pencerdasan edukasi partisipasi pemilih demi responsibility kemajuan menyeluruh atau malah menjadi narasi tiktok yang tanpa antisipasi hanya untuk kebutuhan sendiri.

Sekali lagi, akan menjadi mudah apabila mempersiapkan diri dengan konsientisasi dalam sebuah rumah besar demokrasi karena edukasinya adalah kepentingan kemajuan masyarakat secara menyeluruh.

Dengan kata lain, politik dimasyarakat harus menjadi budaya populer yang dikembangkan dengan rasa yang tidak pernah puas untuk selalu melakukan perbaikan yang berkelanjutan.

Lebih dari itu, akan menjadikan edukasi terbuka bagi masyarakat dengan tidak mendikotomikan pembacaan politik sebagai kepentingan atau formalitas semata. Sehingga juga tidak mereduksi banyaknya wacana politik yang tidak produktif.

Tepatnya, edukasi politik akan memberikan kepentingan berdikari yang efektif untuk bisa menerima rekayasa politik dan dunia dengan merubahnya menjadi konsumsi produktif untuk menempatkan posisi yang elegan serta mengetahui lebih tepat dan cepat tentang pembelajaran politik yang membutuhkan koalisi yang sama dengan tujuan yang sama pula.

Meski demikian, tetaplah selalu peka dan waspada, karena wajah dan watak dalam dunia politik dan demokrasi bukanlah aksi pribadi atau organisasi yang biasa saja, ia tetap membutuhkan koneksi yang terkadang diluar ekspektasi. Karena untuk mendapatkan sebuah nilai yang baik dan berkelanjutan, dibutuhkan selera dan kompetensi yang luar biasa.

Oleh Yurmartin : Penggiat Sosial Masyarakat

Bagikan

Rekomendasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button