
Blitar,mitratoday.com – Skandal korupsi proyek DAM Kali Bentak senilai Rp 5,1 miliar belum selesai. Kali ini sorotan kembali mengarah pada Mantan Bupati Blitar, Rini Syarifah alias Mak Rini, yang akan kembali dipanggil Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Blitar usai menyelesaikan ibadah haji dan umrah.
Sosok yang pernah memimpin Kabupaten Blitar dan kini menjabat sebagai Ketua DPC PKB ini sebelumnya telah dipanggil dan diperiksa oleh Kejari Blitar pada 16 April 2025. Namun, kasus tak berhenti sampai di sana. Mak Rini masih harus kembali dimintai keterangan. Pemeriksaan dijadwalkan ulang setelah ia kembali dari Tanah Suci.
“Menurut informasi, yang bersangkutan sedang melaksanakan ibadah haji,” ujar Plt. Kepala Kejaksaan Negeri Blitar, Andriyanto Budi Santoso, Selasa (24/6/2025). Ia menegaskan bahwa pemanggilan akan dilakukan ulang setelah Mak Rini kembali ke Indonesia.
Satu hal yang menggelitik: dari lima tersangka yang telah ditetapkan Kejari Blitar, salah satunya adalah Muhammad Muchlison, kakak kandung Mak Rini sendiri, yang diduga turut menikmati aliran dana haram proyek DAM Kali Bentak.
Ia bahkan sudah menitipkan uang Rp 1,1 miliar ke kejaksaan, sebagai pengganti kerugian negara. Sebuah sinyal keterlibatan yang tak bisa dianggap remeh.
Skema Busuk yang Terstruktur
Kasus DAM Kali Bentak ini bukan sekadar permainan dua atau tiga orang. Sudah ada dua Aparatur Sipil Negara (ASN) yang jadi tersangka:
- HS, Sekretaris Dinas PUPR, dan
- BS, Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPR Blitar.
- MB, Direktur CV pelaksana proyek,
- MI, tenaga administrasi. Lima tersangka, dengan satu benang merah: proyek bernilai miliaran rupiah yang digelembungkan dan dijalankan tanpa pengawasan yang benar.
Dengan menyasar berbagai elemen mulai dari pejabat teknis hingga orang dalam lingkaran keluarga kepala daerah, penyidikan kasus ini menunjukkan pola korupsi yang sistematis, bukan insidental. Di titik inilah pertanyaan soal keterlibatan Mak Rini menjadi sangat relevan.
Religi dan Strategi Diam
Tepat ketika gelombang penyidikan mulai menguat, Mak Rini terbang ke Tanah Suci untuk menjalankan ibadah haji dan umrah. Tak sedikit pihak yang menilai waktu kepergian tersebut sebagai upaya “meredam badai”. Benarkah hanya kebetulan?
Penggunaan atribut religius dalam pusaran kasus hukum bukan hal baru. Namun publik cerdas membaca mana yang tulus dan mana yang digunakan sebagai tameng politik.
Kejari Blitar menyatakan tetap akan melakukan pemanggilan ulang setelah kepulangannya, namun publik tetap akan menunggu.
Meski Kejari telah menetapkan lima tersangka dan mengamankan uang pengganti kerugian, publik tahu bahwa kasus korupsi besar kerap kandas di tengah jalan jika menyeret tokoh elite atau aktor politik.
Apalagi, bila dalam pemeriksaan lanjutan nanti ditemukan indikasi kuat bahwa Mak Rini terlibat langsung atau mengetahui proses mark-up anggaran tersebut, maka bukan tak mungkin statusnya berubah dari saksi menjadi tersangka.
Untuk itu, publik menunggu. Bukan hanya kembalinya Mak Rini dari ibadah haji—tetapi juga kembalinya ke meja penyidikan, bukan sebagai saksi yang diistimewakan, melainkan sebagai bagian dari proses hukum yang adil dan transparan.
Pewarta : Novi