
Blitar,mitratoday.com — Sidang kedua kasus dugaan korupsi proyek Dam Kali Bentak di Kabupaten Blitar kembali memunculkan fakta mengejutkan. Persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya itu menghadirkan fakta bahwa uang “fee” proyek diduga diserahkan kepada saksi Gus Adib melalui perantaraan sopir, dengan peran sejumlah pejabat dan pihak terkait.
Lima terdakwa diadili secara bersamaan dalam perkara ini, yaitu Direktur CV Cipta Graha Pratama M. Bahweni, admin CV Cipta Graha Pratama M. Iqbal, Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Blitar Heri Santosa, Kepala Bidang Sumber Daya Air (SDA) Dinas PUPR Kabupaten Blitar Hari Budiono alias “Budi Susu”, serta penanggung jawab Tim Percepatan Pembangunan dan Inovasi Daerah (TP2ID) M. Muchlison, yang merupakan kakak kandung mantan Bupati Blitar Rini Syarifah.
Saksi-saksi Kunci
Dalam sidang yang dilansir dari Cakrawala.co, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan enam saksi penting, di antaranya:
- Rini Syarifah (mantan Bupati Blitar)
- Dicky Cubandono (mantan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Blitar)
- Izul Mahrom (mantan Sekda Kabupaten Blitar)
- Adib (mantan anggota TP2ID)
- Hamdan Zulfikri Kurniawan (Kabid Bina Marga PUPR Kabupaten Blitar)
Keterangan para saksi inilah yang memunculkan benang merah baru mengenai aliran uang fee proyek.
Pengacara Terdakwa Bahweni Pertanyakan Status Klien
Kuasa hukum terdakwa M. Bahweni, Hendi Priono, SH., MH., mengaku terkejut dengan keterangan saksi yang, menurutnya, justru mengindikasikan kliennya tidak mengetahui detail perencanaan proyek.
“Berdasarkan keterangan para saksi, proyek ini sudah direncanakan sejak awal, termasuk nilai dan fee proyek. Klien kami tidak pernah terlibat atau mengetahui hal tersebut,” tegas Hendi di persidangan.
Hendi bahkan mengungkapkan, ketika ditanya, para saksi mengaku tidak mengenal terdakwa Bahweni. “Kalau saksi saja tidak mengenal, kenapa klien kami justru dijadikan tersangka pertama kali?” ujarnya.
Fakta Fee Melalui Sopir
Fakta paling menonjol dalam persidangan kedua ini adalah pengakuan bahwa uang fee proyek diserahkan oleh terdakwa Hari Budiono—saat itu menjabat Kabid SDA Dinas PUPR—kepada saksi Adib melalui sopirnya.
Proses penyerahan fee ini pun disebut melibatkan saksi Hamdan. Uang awalnya dititipkan kepada Hamdan, kemudian diambil langsung oleh sopir Adib.
Tim pengacara Bahweni, Ir. Joko Trisno Mudiyanto, SH., menilai keterangan saksi-saksi terkesan saling melindungi. Ia bahkan menuding adanya kejanggalan saat terdakwa Heri Santosa menyatakan mantan Kadis PUPR, Dicky Cubandono, mengetahui rencana pembangunan sejak awal.
Alur Perencanaan di Pendopo RHN
Joko Trisno membeberkan, dari fakta persidangan, terungkap bahwa perintah e-purchasing e-Katalog, pembagian komitmen fee, hingga penentuan bendera perencana, pengawas, dan pelaksana dilakukan di Pendopo RHN (rumah dinas Bupati Blitar) atas sepengetahuan Rini Syarifah.
Dari sana, Dicky Cubandono memerintahkan kepada terdakwa Heri Santosa, yang saat itu menjabat Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Dalam sistem pengadaan barang/jasa pemerintah, PPK memiliki kewenangan penuh mengambil keputusan dan tindakan terkait pengeluaran anggaran.
“Menurut kami, dari enam saksi kemarin, sebagian seharusnya ditetapkan sebagai tersangka. Tinggal bagaimana keseriusan JPU menindaklanjuti fakta persidangan ini,” tegas Joko Trisno.
Majelis Hakim
Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Ernawati Anwar, S.H., dengan anggota Darwin Panjaitan, S.H., M.H., serta Drs. H. Agus Kasiyanto, S.H., M.H., M.Kn.
Persidangan dijadwalkan berlanjut pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi tambahan. Publik menantikan apakah fakta-fakta baru ini akan membuka jalan bagi pengembangan tersangka baru, atau justru berhenti di lima terdakwa yang kini duduk di kursi pesakitan.
Pewarta : Novi