BengkuluBENGKULUHeadlineHukum

Skandal Aset 7000 M, Anto DTPHP Provinsi Bengkulu : Tanya Sama BPN Bengkulu Utara

Bengkulu,mitratoday.com – Kasus dugaan penyerobotan dan penjualan aset milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu di Desa Giri Kencana, Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, semakin panas.

Aroma permainan kotor di balik skandal lahan seluas 7.000 meter persegi itu kini menyeruak ke permukaan, menyedot perhatian publik, dan menimbulkan tanda tanya besar: aset dijaga atau dijual?

Nama-Nama Besar Terseret, Tapi Semua Bungkam

Kasus ini tidak hanya menyangkut persoalan administrasi, melainkan juga menyeret sejumlah nama besar. Sebut saja Parmin, mantan Kepala Desa Giri Kencana yang kini menjabat sebagai Ketua DPRD Bengkulu Utara.

Selain itu, beberapa kepala desa lain—Kades Air Lelangi, Kades Bukit Makmur, Kades Air Simpang, hingga Kades Gunung Payung—ikut disebut-sebut dalam pusaran dugaan penyerobotan lahan.

Anehnya, hingga berita ini diturunkan, tidak satu pun dari mereka yang angkat bicara. Semua memilih diam seribu bahasa. Diamnya para pihak ini justru menambah kecurigaan publik, seolah-olah ada sesuatu yang sengaja ditutupi.

Dinas TPHP: Aset Memang Milik Pemprov

Dugaan itu semakin kuat setelah media melakukan konfirmasi ke pihak Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (DTPHP) Provinsi Bengkulu.

Anto, pejabat bagian Barang DTPHP, secara tegas mengakui lahan di Desa Giri Kencana itu memang aset milik Pemprov Bengkulu.

“Benar itu aset milik dinas kami dan merupakan eks perkebunan, dengan luas 7.000 meter persegi. Namun saya tidak mengetahui secara penuh mengenai skema hibah dulu, karena saya dulunya dari Dinas Pertanian,” ungkap Anto, Kamis (28/08/2025).

Pengakuan ini jelas menguatkan bahwa lahan tersebut bukan milik pribadi atau desa, melainkan milik negara yang seharusnya dijaga, bukan dijual atau diserobot.

Pengukuran Aset yang Janggal

Anto menambahkan bahwa lahan itu telah diukur Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bengkulu Utara bersama Kejaksaan Tinggi Bengkulu, dan dirinya turut mendampingi langsung saat pengukuran.

Namun, pernyataannya justru menimbulkan kejanggalan baru. Anto mengaku tidak mengetahui ukuran panjang dan lebar lahan, karena menurutnya BPN hanya menyampaikan luas total tanpa rincian detail.

“Setahu saya luas tanah itu 7.000 meter persegi, tapi panjang dan lebarnya tidak diberitahukan. Waktu itu pengukuran hanya sebatas jalan di atas lahan aset tersebut,” ungkapnya.

Bahkan ia menambahkan, “Silakan tanya langsung ke BPN Bengkulu Utara untuk lebih detailnya.” Kata Anto.

BPN Bengkulu Utara Patut Dicurigai

Pernyataan Anto seolah melempar bola panas ke pihak BPN Bengkulu Utara. Jika benar pengukuran hanya dilakukan sebatas jalan, mengapa tidak ada rincian detail ukuran tanah yang disampaikan kepada DTPHP sebagai pemilik aset?

Praktik ini jelas menimbulkan kecurigaan. Bagaimana mungkin lembaga teknis sekelas BPN hanya memberi informasi setengah hati? Apakah ada unsur kesengajaan untuk menutup-nutupi data agar memudahkan “permainan” pengalihan aset?

Aset Negara Terancam Raib

Nilai lahan 7.000 meter persegi di wilayah strategis Bengkulu Utara tentu tidak kecil. Dengan harga pasaran tanah yang terus melambung, aset tersebut bisa bernilai miliaran rupiah. Jika benar aset ini diserobot dan dijual tanpa mekanisme resmi, maka kerugian negara bukan hanya soal materi, tetapi juga soal penghianatan terhadap amanah rakyat.

Publik berhak curiga, sebab selama ini kasus dugaan penyerobotan aset pemerintah kerap berakhir tanpa kejelasan, bahkan diduga “dibekukan” permainan elite lokal.

Diamnya DPRD dan Kades: Pertanda Ada Yang Disembunyikan?

Masyarakat kini menyoroti sikap Ketua DPRD Bengkulu Utara, Parmin, yang notabene ikut disebut dalam kasus ini. Posisi politiknya jelas menimbulkan konflik kepentingan. Apakah ia akan menggunakan pengaruhnya untuk menghalangi proses hukum, atau sebaliknya berani membuka fakta di lapangan?

Demikian juga para kades yang disebut. Diam mereka bisa ditafsirkan sebagai upaya menghindar, atau justru indikasi keterlibatan.

Seruan Publik: Bongkar Skandal Ini!

Kasus ini tidak bisa dianggap sepele. Jika aparat penegak hukum benar-benar serius, maka investigasi harus segera dilakukan secara transparan. Tidak hanya BPN dan DTPHP, tetapi juga DPRD Bengkulu Utara dan para kades harus dipanggil untuk dimintai keterangan.

Skandal ini bukan sekadar soal tanah, melainkan soal integritas pemerintah daerah dalam menjaga aset negara. Jika dibiarkan, bukan tidak mungkin akan menjadi preseden buruk dan membuka jalan bagi penyerobotan aset negara lainnya di masa depan.(A01)

Bagikan

Rekomendasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Back to top button