
Bengkulu,mitratoday.com – Drama panas kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi yang menyeret mantan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, terus membetot perhatian publik. Sidang demi sidang justru membuka borok lebih dalam, memunculkan sederet fakta mencengangkan yang menyingkap dugaan praktik korupsi berjamaah.
Dalam persidangan pertama hingga kedua, fakta mencuat: puluhan pejabat diduga kuat dimintai “sumbangan” untuk mendukung langkah Rohidin dalam Pilgub beberapa waktu lalu. Bahkan lebih dari itu, terungkap adanya perintah sistematis untuk “menghimpun dana”, mulai dari potongan tunjangan pegawai hingga iuran yang disinyalir berasal dari para pengusaha.
Tak main-main, jumlah pihak yang terlibat diduga mencapai puluhan orang! Namun ironisnya, KPK baru menetapkan tiga tersangka. Hal ini memicu kegeraman di ruang sidang. Hakim pun secara tegas mengultimatum KPK agar jangan main tebang pilih dan tidak melindungi siapapun.
Menanggapi kejanggalan ini, Ketua LSM Gemuruh, Rozi Antoni, dengan lantang angkat bicara. Pria yang akrab disapa Om TB itu menyebut proses hukum kasus Rohidin Cs sangat janggal.
“Ini janggal dan patut dipertanyakan. Mengapa hanya tiga orang yang dijadikan tersangka? Padahal, jelas-jelas dalam persidangan disebutkan nama-nama pejabat dan pengusaha yang menyetor uang. KPK jangan mandul, jangan tebang pilih!” tegas Rozi.
Lebih lanjut, Rozi menyebut bahwa fakta-fakta di persidangan sudah cukup terang benderang. Mulai dari jumlah setoran, pihak yang menerima, hingga siapa saja yang ikut menyetor.
“Kalau bicara hukum, maka semua yang terlibat harus diproses. Jangan hanya penerima, tapi pemberi gratifikasi juga harus diseret ke meja hijau. Jangan sampai keadilan hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas.” tambahnya.
Rozi menegaskan bahwa kasus ini telah menjadi perhatian luas masyarakat, dan LSM Gemuruh siap mengawal hingga tuntas.
“Kami tidak akan diam. Ini menyangkut marwah keadilan di negeri ini. Kami desak KPK jangan cuma nangkap ikan kecil, tapi jaring semua yang terlibat, tanpa pandang bulu!” tutup Rozi dengan nada keras.
Kini bola panas berada di tangan KPK dan pengadilan. Akankah hukum benar-benar ditegakkan? Atau lagi-lagi, keadilan kembali dikalahkan oleh kekuasaan?(Red).