ArtikelHeadlinependidikan

Sentrum Gerakan Atas Faksi dan Friksi Kepentingan

Oleh : Yurmartin

Dalam konteks “politik,” pergerakan organisasi mahasiswa dan kepemudaan manapun, tak terkecuali PMII, tentu mengajarkan edukasi politik dan tata kelolanya secara berkelanjutan. Khasiat berpolitik tersebut, jika disandingkan dengan kebenaran ilmu politik dan pokok-pokok yang melandasinya, akan menghasilkan perilaku paradoks, bahkan cenderung jauh urgensi dan relasi positifnya terhadap kehendak utama politik itu sendiri.

Dalam aksi politik, pergerakan dan kecenderungannya, baik sebagai pelaku atau sebagai penggali ilmu, akan selalu menemukan realitas terselebung yang mengarah pada ketentuan-ketentuan kapital, relasi kuasa, komunal form, dan individualistik.

Pengertian dan penjelasan politik sebagai sebuah media kontestasi, akan memberi terang lahirnya bentuk-bentuk keberadaan Faksi dan Friksi, sebagaimana dijelaskan oleh banyak para ahli dan pengamat ilmu politik. Bahkan aturannya memakan banyak tinjauan komprehensif yang terkesan bias guna menguatkan keberpihakan.

Hadirnya faksi dan friksi dalam proses politik pertarungan kuasa, menarik pernyataan singkat bahwa, tentang kepentingan politik itu adalah kepastian keterwakilan yang di bawa platform dan energi kekuasaannya dalam menyertai sikap tertentu di setiap kesempatan yang berlaku dengan tidak diharamkannya kepentingan keberpihakan selanjutnya.

Akses politik dalam bentuk faksi dan friksi berangkat dari banyaknya perbedaan masyarakat yang harus di akomodir kepentingannya. Dalam mencapai keinginan tersebut, kekuatan faksi dan friksi dalam ruang-ruang politik haruslah sangat dinamis dan dialogis. Perannya, memberikan akurasi warta dan dukungan agar aspek-aspek tujuan dari adanya kepentingan dapat berjalan dengan baik sesuai kontrak politik yang selaras. Selebihnya, sebagai wadah dan penggerak yang bekerja untuk itu dan bertindak sebagai wujud kepantasan dari perjuangan kepentingan kebersamaan tersebut.

Dalam polarisasinya, terdapat kecenderungan yang besar dari banyaknya kekuatan kecil yang berbaur terhadap kelompok kepentingan manapun, bahkan dapat menggunakan kekuatan di luar itu untuk membumikan keutuhan kepentingannya. (Sumber: Proses dialogis kontestan KPU dan Sekretariat Timsel Bengkulu, April-Mei 2023).

Jika saat ini terjadi faksi dan friksi dalam kontestasi politik apapun, terutama dalam penyelenggaraan pemilu setiap lima tahunnya, maka hal tersebut lumrah terjadi, karena ini merupakan perilaku legal yang menjadi candu untuk menuju sebuah keberhasilan kekuasaan.

Setidaknya terdapat beberapa alasan yang mungkin menguatkan terjadinya faksi dan friksi dalam proses kontestasi politik yang berlangsung.

Pertama, karena kepentingan kelembagaan yang resmi tidak bertemu atas nama kepentingan bersama. Sehingga tujuan yang akan dicapai menjadi kabur dari tujuan kepentingan normatif kelembagaan yang diusungnya tersebut.

Kedua, karena kepentingan bersama tersebut, memiliki kepentingan baru yang berbeda atau tersembunyi dan atau yang sesaat atau yang lebih besar atau terdapat kontrak tertentu di luar itu yang harus dijalankan sebagai konsekuensi yang di ambil dari sebuah perjanjian kepentingan.
(Baca: Kontestasi Politik KPU Bengkulu-red).

Sebenarnya faksi dan friksi dalam sebuah organisasi yang sama melalui proses politik, tidak ada yang saling menjauhkan, akan tetapi saling membutuhkan. Peran show off force dalam mekanisme dan hubungan terhadap jaringan kepentingan tersebut, haruslah berbanding lurus dengan organisasi atau lembaga yang mengusungnya.

Disinilah terlihat genre pilihan dari peran seorang aktor organisasi dalam memasarkan dan mempengaruhi produk lembaganya terhadap tujuan kepentingan yang akan di capainya kepada orang banyak (dalam hal ini kursi-kursi politik).

Jika kemudian terjadi kebocoran terhadap faksi dan friksi yang sedang berlangsung dalam kancah politik, maka, pemegang kuasa (the Chiefeer) akan melakukan ramuan langkah berikutnya yang telah disiapkan secara matang, atau biasa disebut grama sistematika Political Will. Tepatnya, action plan, A, B, C, D dan seterusnya.

Begitulah yang seharusnya terjadi dalam konsensus dan prosesi politik, yang memang sesungguhnya konsepsi tentang politik itu secara fundamental bersifat kondisional, dan open ended. (Hall dalam Mark Rupert, 2000).

Dalam perhelatan politik praktis dan organisasional, diperlukan seorang tokoh yang mampu mengeleminir banyak orang yang masuk ke dalam kepentingan yang terbentuk untuk mencapai tujuan utama. Pemimpinnya (Ketua_red.), harus mampu memberikan kepastian langkah dan metode dalam merajut bola-bola salju atau bola api kepentingan politis tersebut agar simetris dan terpenuhinya kepercayaan atas kepentingan organisasi yang tengah di selenggarakan.

Terlalu banyak contoh yang mengesampingkan organisasi sebagai medan awal terangkatnya seseorang yang mengatasnamakan kepentingan politik. Seperti halnya, meninggalkan visi dan misi organisasi karena kekuatan tertentu yang kemudian memberikan preseden buruk ketika sebuah organisasi itu berkelindan terhadap kekuasaan yang akhirnya menjadi korporasi tak terbatas, karena telah diberikan lebel dan level menurut asumsi politik dan asumsi jabatan.

Tingkat realitasnya, akan menjadi suatu intervensi sesuai rangkaian proses yang kompleks, yang menjamin prinsip-prinsip pengaturan yang benar menurut pemegang kekuasaan. Hal ini biasanya, akan mempertontonkan skema politis dan akan menjadi alat produksi semata atas dasar hasrat materialistik dan kursi keselamatan hidup.

Semua ini sejatinya, telah di atur oleh rejim-rejim yang telah memakai jasa organisasi atau lembaga tersebut dan menjauhkan mereka dari esensial mekanisme organisasi demi kelangsungan dan kelanggengan kekuasaannya.

Dari berbagai sudut pandang terbaik, arena politik sebaik mungkin, di isi oleh mereka yang memahami organisasi dan peduli terhadap naungannya terutama kebangkitan nama besar organisasi yang di sandangnya. Mengerti dan menguasai bagaimana meracik kebutuhan orang-orang di bawahnya dengan berani meninggalkan kepentingan sesaat atau individu yang tidak diametral terhadap kebutuhan umum.

Kalaupun sampai dengan sekarang, masih terdapat ketimpangan pandangan dan tidak tersalurkannya legitimasi kuasa tertentu yang terdapat ditubuh organisasi kemudian berasumsi bahwasannya politik perjuangan atas kebersamaan adalah mimpi dan angan-angan, maka, sesungguhnya, pandangan tersebut tidaklah memahami dan mewakili pergulatan politik organik organisasional secara baik dan terstruktur.

Asumsi seperti ini hanyalah hegemoni dan dominasi ketertinggalan mental dari kerdilnya pemikiran yang mengadopsi pengaruh yang tidak berdasar dari pemilik kuasa yang kemapanannya tidak ingin digulingkan. Sementara dalam pergerakan politik pergerakan, semangat menjalani keberpihakan organisasi mutlak dilakukan untuk menciptakan regenerasi dan kepantasan hidup.

Langkah-langkah yang tepat berdasarkan kepentingan organisasi wajib diperjuangkan sesegera mungkin. Mengangkat keberadaan organisasi sebagai rumah besar bersama merupakan pengakuan dan kepemilikan.

Lebih jauh dapat memberikan contoh dan meninggalkan the truth of memories bagi generasi penerus agar mampu mengembangkan roda organisasi lebih baik dan lebih besar lagi.

Setiap warga pergerakan wajib berpartisipasi dan melakukan perbuatan positif terhadap politik yang mengangkat nama baik organisasi. Melakukan rekayasa sosial yang membangkitkan kepedulian kader dan alumni dan memasuki arena pertarungan tersebut dalam membangun kemaslahatan dan menghancurkan stigma kuasa tertentu atas nama kejahatan politik organisasi yang bertentangan dengan nilai-nilai pembangunan pergerakan dan kemanusiaan.

PMII, terakui mampu merefleksikan identitas politik yang tersebar di setiap ranah politik praktis dan premis yang membangun. Kolektifitas politiknya telah terunifikasi atas dasar perjuangan bersama sejak berdirinya.

Selebihnya, ide-ide atau gagasan yang kemudian menjadi pokok utama pengembangan organisasi yang nantinya dapat diletakkan sebagai modal perjuangan besar, mesti terbungkus dan terkoneksi rapi dalam rangka mere-distribusi peran kader yang potensial, yang dapat berkhidmat dan mampu melakukan persebaran serta menjaga marwah organisasi secara mutlak dan terus menerus.

Sebagai kader pergerakan, sudah saatnya mengangkat kembali perjalanan organisasi yang gagah perwira dan ditakuti. Saatnya terbang mengelilingi angkasa raya, menyebarkan pembelaan yang sempurna terhadap kelanggengan praktek eksploitasi dan kekuasaan publik tertentu yang berbungkus oleh etika-moral yang palsu dan membius banyak orang yang ambigu. Tentu misi besarnya adalah untuk menciptakan kesejahteraan organisasi pergerakan, masyarakat, bangsa, negara dan untuk alam semesta.

Penulis adalah,
– Alumni PMII PC. Kota Bengkulu Tahun 2004
– Direktur Pen@Mas

Bagikan

Rekomendasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button